Gadis Malam Satu Suro 2
oleh: Pak Guru Top
Selama perjalanan mengantar Windi ke Pati, hujan sangat deras mengiringi kami. Walau basah kuyup, kami tidak ada niatan untuk berhenti. Windi juga tidak protes. Dia kelihatannya menikmati perjalanan. Mungkin dia menginginkan cepat sampai rumahnya.
“Mas, berhenti di sini!” teriak Windi
“Ya, Mbak!” Aku dengan cepat menginjak rem si biru.
Tak terasa Kami sudah sampai Pati. Cepat benar sudah sampai Penthol Blaru Pati. Aku hentikan Si biru di depan ruko sebelah utara Penthol Blaru. Hujan telah berhenti. Windi meminta turun dari motor. Lewat lampu kota aku pahamkan wajah Windi. Windi memang seorang gadis yang sangat cantik. Tubuhnya yang basah menambah kecantikannya. Aku taksir umurnya kira-kira 17 tahun.
Windi melangkah pergi. Dia meninggalkan aku dan Ipung begitu saja tanpa ada ucapan terima kasih. Aku maklum. Mungkin pikiran Windi masih bingung gara-gara mabuk tadi. Aku pun tidak sakit hati karena aku menolong demi kemanusian bukan karena imbalan. Aku menolong dia iklas lahir batin.
Setelah beberapa langkah rupanya Windi kembali. Dia menatap aku lama seperti orang yang akan berpisah saja. Aku tidak tau apa maksudnya.
“Terima kasih ya, Mas sudah mengantar Windi!” kata Windi dengan mengulurkan tangan kanannya.
Iya Mbak, sama-sama!” kataku.
“Terima kasih ya, Mas!” kata Windi kepada Ipung dengan menjabat tangan Ipung.
Ya, sama-sama! Aku antar sampai rumah ya, Mbak!” ipung mencoba menawarkan jasa.
“Tidak usah ah, Mas. Terima kasih!”
Windi menoleh ke arahku. Matanya menatap tajam lagi. Tatapan matanya kali ini sangat lekat ke mataku sampai mampu menusuk hatiku. Sebelum dia beranjak pergi dia melempar senyum kepadaku dan Ipung.
“Mbak Windi yakin mampu pulang sendiri?” kataku sebelum dia melangkahkan kaki. Rasanya aku tak ingin Windi cepat pergi meninggalkan kami.
“Tenang saja Mas. Rumah Windi dekat kok.” Kata Windi dengan membalikkan tubuhnya ke arah kami.
“Rumah Mbak, sebelah mana?
“Tu, di belakang ruko ini! Sekali lagi terima kasih ya, mas!”
“Sama-sama, Bak!” jawabku dan Ipung hampir bersamaan.
Windi melangkahkan kaki beranjak pergi meninggalkan kami. Sebelum masuk rumah senyum dan tatapan matanya dilemparkan kepada kami. Setelah Windi masuk rumah, aku dan Ipung putar balik lagi kembali menuju ke tempat tujuan dari rumah yakni ke Dusun Mlawat, Sukolilo. Dalam perjalanan pikiranku masih dibuat penasaran oleh Windi dan rumah besar itu. Siapa sebenarnya Windi? Mengapa ada rumah yang berdiri megah di situ? Seingatku belakang ruko itu sebuah kuburan. Tapi mengapa ada rumah dengan nuansa kuno di situ?
Aku dibuat semakin bingung lagi setelah sampai di Makam Sang Prabu Angling Darma. Dul dan teman-teman mengatakan kalau sejak keluar dari Kota Pati tepatnya setelah Penthol Blaru kami tidak ada di depan mereka. Padahal merekalah yang tidak ada dibelakang kami. Malahan aku dan Ipung yang menunggu mereka karena mereka sama-sekali tidak ada di belakang motor kami. Sampai aku dan Ipung berhenti menunggu mereka.
Aku berusaha menjelaskan, tetapi mereka menganggap aku dan Ipung banyak alasan saja. Ya, dengan hati yang berat aku dan Ipung harus menerima kemarahan teman-teman. Karena terbukti kamilah yang baru nyampai di Makam sang Prabu. Sementara Dul dan yang lain sudah nyampai situ dua jaman dari kami. Dengan rasa yang masih mengganjal di dada aku dan Ipung menerima kalau Kami dianggap mempermainkan mereka karena yang punya usul rencana melekan suronan ke Makam Prabu Angling darma adalah Ipung dan aku. Aku betul-betul bingung dengan kejadian yang aku alami malam satu suro tahun ini.
Setelah sholat subuh di mushola kompleks makam, kami bergegas pulang. Sebelum berangkat pulang, teman-teman saling menceritakan pengalaman spiritual masing-masing selama menginap semalam di Makan Sang Prabu ini. Ada yang lewat impen atau langsung setengah sadar. Joko bermimpi, bertemu Sang Prabu dia diajak masuk ke sebuah gua. Di situ sudah menunggu pasowanan. Dalam mimpinya joko juga disapa Kanjeng Patih Batik Madrim dan punggawa yang lain.
Sedang Rizal setengah sadar dia seolah-olah berada dijamuan Sang prabu. Dia diberi jamuan tiga gelas dengan isi yang berbeda. Gelas pertama berisi anggur. Gelas yang kedua berisi air biasa dan gelas yang ketiga berisi susu. Namun, rizal belum meminum salah satu isi gelas tersebut karena keburu bangun gara-gara kakinya diinjak Dul yang bermimpi bertemu Si Pitung. Dul mimpi diajari silat oleh tokoh Betawi itu.
Mimpiku sama seperti mimpi Ipung. Dalam mimpiku tadi malam aku didatangi Windi yang aku antar pulang tadi malam. Windi datang dengan wajahnya yang hancur sebelah. Aneh, mengapa mimpiku dan mimpi Ipung sama? Akan ada hal apa gerangan?
Kelanjutan Gadis Malam Satu Suro #3
Kelanjutan Gadis Malam Satu Suro #3
Post a Comment